Pages

Minggu, 18 Oktober 2015

Leonard doesn't want the truth, He just makes up his own truth, ya?

Siang itu, 13 Oktober 2015 saya mendapat tugas dari dosen saya dalam mata kuliah sosiologi-antropologi. Sekilas, tugas tersebut terasa seru sehingga saya antusias dalam mengerjakannya.

Tugas tersebut adalah mereview beberapa film yang disukai dan mereview salah satu film yang telah ditentukan dengan menjawab keempat pertanyaan yang telah disampaikan di dalam kelas. Dan film yang telah ditentukan itu berjudul “MEMENTO”

Saat mendengar nama film ini, saya merasa saya pernah mendengar judul film ini sebelumnya. Tapi, bisa saya pastikan saya belum pernah menonton film ini sebelumnya. Karena jujur, saya bukan termasuk orang yang gemar menonton film.

MEMENTO merupakan salah satu judul film yang disutradarai oleh Christoper Nolan dengan bekerja sama dengan produser Jennifer Todd dan Suzanna Todd. Skenario cerita dari film ini dibuat langsung oleh sang sutradara yaitu Christoper Nolan. 

Rangkaian cerita yang dirangkum dalam naskah di film ini berdasarkan cerita yang dibuat oleh adik dari sutradara film ini sendiri, yang bernama Jonathan Nolan dalam bukunya yang diberi judul “Memento Mori”

Pemeran dalam film ini merupakan pemeran yang cukup berbakat di bidangnya. Seperti Guy Pearce sebagai Leonard Shelby, Carrie Anne Moss sebagai Natalie, dan Joe Pantolino sebagai Teddy Gammel.

Film yang dirilis pada tahun 2000 ini telah mendapat sekitar 78 nominasi di dalam festival-festival film dunia dan juga dari organisasi-organisasi yang bergerak dalam bidang kritikus film, dan 45 kategori dari 78 nominasi ini telah dimenangkan oleh film MEMENTO.

MEMENTO bukanlah salah satu film yang saya sukai sehingga saya akan menonton film tersebut berulang kali, namun dengan menonton film MEMENTO ini, membuat saya ingin menontonnya berkali-kali. Alasannya simple.

Karena film ini merupakan salah satu dari sekian film yang membuat saya berpikir lebih keras dari film-film lain yang biasa saya tonton.

Alur film ini bisa dikatakan rumit. Rumit karena alurnya tidak ditampilkan secara linier. alur dalam film ini ditampilkan dengan cara yang berbeda. Alur yang ditampilkan oleh sutradara dalam film ini membuat film ini terasa anomali dibanding film-film yang ada di pasaran lainnya. Menurut saya, alur dalam film MEMENTO merupakan alur dengan jenis semacam backwards.

Alur yang disajikan dalam film MEMENTO terlihat berjalan dari akhir ke awal, dan setting cerita beserta dialog juga monolog yang ditampilkan membuat film ini terasa semakin rumit untuk dipahami dan membuat kita semakin ingin untuk menontonnya berulang kali.

Film dengan genre sejenis MEMENTO biasanya membuat penonton ingin bertanya-tanya “Apa yang akan terjadi setelah ini?” namun MEMENTO berusaha memberikan kesan yang berbeda, sehingga hadirnya film MEMENTO ini menghadirkan pertanyaan yang menarik “Sebenarnya apa yang telah terjadi sebelumnya?”

Secara keseluruhan, film ini memang membingungkan karena penempatan tiap-tiap scene yang ada yang memang tidak berurutan namun tetap disajikan secara episodic yang pada akhirnya membingungkan bagi para penonton awam di awal namun tetap menghadirkan sesuatu yang membuat penonton penasaran sehingga tetap menonton dan ingin menontonnya sampai film berakhir.

Dalam sebuah karya seperti film, selalu ada mikrokosme yang dihadirkan oleh para pembuat film. mikrokosme diartikan seperti sebuah miniatur yang mewakili jalan sebuah cerita secara keseluruhan. Tujuan adanya mikrokosme ini adalah agar penonton mampu untuk memahami jalan cerita keseluruhan film apabila film tersebut dihadirkan secara rumit. 

Dan dalam film MEMENTO ini, mikrokosme telah dihadirkan oleh sutradara sejak film ini diputar. Artinya, mikrokosme yang ada pada film ini telah dihadirkan sejak awal di menit-menit pertama film ini. 

Refleksi dari apa yang saya maksudkan dengan mikrokosme yang dihadirkan dari awal film ini diputar dapat dilihat dalam adegan tokoh utama yaitu Leonard atau kerap kali disapa Lenny yang langsung menembak Teddy. Teddy yang telah tewas tertembak dan bersimbah darah yang kemudian diabadikan dalam sebuah foto oleh Lenny. 

Yang kita lihat bahwa hasil fotonya sudah jelas, namun secara tiba- tiba hasil fotonya kembali dan lama- kelamaan menjadi hilang. Darah yang mengalir sangat banyak di lantai tersebut berbalik kembali ke tubuh Teddy.

Lalu kita melihat bahwa tubuh Teddy kembali berdiri, lalu cerita terebut berlanjut hingga pada posisi semula yaitu saat Lenny mengacungkan pistol ke arah Teddy, detik sebelum Lenny menembak Teddy.

Adegan dalam film ini menggunakan teknik forward-rewind. dan forward-rewind yang diterapkan dalam film ini sudah cukup dan jelas untuk mewakili film ini. Bahwa sebenarnya tidak semua alur dalm film ini bergerak maju, atau seluruhnya bergerak mundur. 

Terdapat alur maju lalu mundur, atau dapat dijelaskan secara spesifik seperti dapat kita simbolkan dengan permisalan alur seperti ini: a-b-c-c-b-a. Jadi sebenarnya secara tidak langsung, sang sutradara telah memberikan sign kepada para penonton.

Saya tidak terlalu suka dengan film dengan genre seperti ini, namun saya merasa tertarik saat menonton film ini. Alasannya, sudah saya sebutkan secara tidak langsung di atas.

Inti cerita mengenai film ini bahwa sutradara mencoba menyampaikan mengenai seorang pria bernama Leonard Shelby, yang sekaligus merupakan seorang penderita Short Term Memory Loss, oleh karena itu ia tidak dapat mengingat hal yang baru saja ia lakukan setelah kurang lebih beberapa menit setelahnya. 

Penyakit tersebut ia dapat saat rumahnya sempat dimasuki orang tidak dikenal yang telah membunuh dan memperkosa sang isteri. Di sisi lain, penyusup tersebut menyerang kepala Leonard dan membuat ia pada akhirnya menderita penyakit tersebut. Kematian sang isteri membuat Leonard bertekad untuk mencari sebenarnya siapa sang pembunuh isterinya.

Namun adanya penyakit tersebut membuat dirinya tidak dapat melakukan tekad itu secara mudah. Oleh karena itu untuk membantu mengingat setiap hal, ia selalu membuat tatto tulisan yang dibuat pada badannya, lalu ia selalu membawa kamera polaroid dengan fungsi untuk memotret setiap hal atau orang yang ia temui agar ia dapat tetap ingat mengenai peristiwa-peristiwa yang telah ia lewati sebelumnya.

Sisi lain yang dapat kita telaah dari film ini adalah mengenai kostum, setting, karakter tokoh, dan juga lighting yang ada. Mungkin ini telihat sepele, namun ketika kita memperhatikan kostum yang dipakai oleh tokoh-tokoh dalam film ini, kita bisa memperhatikan bawa kostum yang dipakai masing-masing dari mereka angatlah berbeda.

Dan perbedaan kostum inilah yang saya tafsirkan bahwa terdapat perbedaan kelas diantara masing-masing dari mereka. Seperti kostum rapih dan berkelas yang digunakan oleh Leonard dan juga ketika kita membandingkan kostum tersebut dengan kostrum yang casual yang dikenakan oleh Teddy, hal ini menunjukkan bahwa adanya perbedaan kelas diantara keduanya. Dapat kita simpulkan dengan memerhatikan ini, bahwa Leonard memiliki derajat atau kelas yang jauh lebih tinggi dari Teddy.

Lalu sisi lain yang dapat kita telaah dalam film ini mengenai setting dari MEMENTO ini yang sudah saya bahas di awal tulisan ini. Karena setting menjelaskan mengenai suasana yang ada dalam sebuah adegan, maka setting dalam film ini pun harus dihadirkan dengan baik agar terkesan natural dan seperti nyata. Maka dari itu setting tempat dalam film ini tidak terlalu banyak dan hanya menggunakan beberapa lokasi saja. 

Adegan yang berbeda dengan lokasi yang relatif sama sengaja dibuat oleh sang sutradara untuk memberikan kesan bahwa film ini memang terasa nyata seperti kejadian sehari-hari yang memang relatif dilakukan dalam lokasi yang sama.

Selain itu, terdapat lighting yang mendukung sebuah film. Dan lighting yang digunakan dalam film ini dapat dikatakan cukup banyak. Karena setting yang digunakan dalam film ini banyak dilakukan pada indoor dan outdoor. 

Indoor dengan suasana gelap pastilah menggunakan banyak sekali lighting, dan dengan setting outdoor yang pasti membutuhkan pencahayaan yang tidak kalah banyak. Penggunaan lighting ini merupakan salah satu aspek unik yang dapat ditelaah dari film ini.

Dan saya ingin memuji tokoh-tokoh dalam film ini yang telah memainkan berbagai adegan dalam MEMENTO dengan baik sehingga terkesan nantural dan tidak dibuat-buat. Terutama Leonard sebagai tokoh yang paling disorot yang telah menampilkan kesan yang bagus sehingga membuat penasaran penonton bahkan saat di awal film ini diputar.

Hal unik lain yang membuat saya tertarik dengan film ini adalah mengenai editing yang diterapkan dalam MEMENTO ini. Film ini menggunakan konsep editing yang bernama continuity editing dengan susunan cerita juga adegan yang tidak beraturan dan tidak jelas permainan urutan waktunya. Selain itu, MEMENTO juga menggunakan konsep editing classical cutting dengan memotong-motong scene-scene tertentu yang dimaksudkan untuk menghadirkan dan menguatkan efek dramatis dalam film MEMENTO ini.

Teknik mengambil gambar dari angle yang tepat pun membuat film ini memiliki sisi unik lain. Cara teknik mengambil gambar tersebut menghadirkan kesan-kesan berbeda tiap adegan yang direkam.

Sound yang dikeluarkan dari film ini yang memang bagus menghadirkan kesan lain yang menghidupkan film ini. Sound tembakan di awal cukup memberikan kesan yang bagus yang membuat penonton penasaran untuk menonton lanjutan ceritanya.

Yang saya pahami setelah saya menonton film ini, adalah sesungguhnya film ini menyuguhkan ending film yang sebenarnya teletak di bagian tengah film. Dan ini, bisa dikatakan sebagai salah satu seni dalam membuat film. seni dalam memainkan ending yang menurut saya merupakan suatu hal yang unik. Film ini juga dapat dikatakan sebagai salah satu yang fenomenal.

Hikmah yang dapat saya pahami setelah menonton film ini adalah mengenai fakta-fakta yang selama ini ada di sekitar manusia. Sebuah fakta atau kenyataan akan menjadi sesuatu yang aktif dan ditanyakan kebenarannya apabila itu telah menyangkut manusia-manusia lain yang terdapat di sekitar suatu individu. Namun fakta-fakta yang tidak merujuk pada manusia, seperti barang mati atau sesuatu yang tidak hidup cenderung diabaikan oleh individu.

Di samping itu, dengan menonton film ini saya memahami bahwa sebenarnya kekurangan itu seharusnya tidak menjadikan kita ‘bukan apa-apa’ dan tidak berguna.

Seperti salah satu masalah yang dialami tokoh utama dalam film ini, Leonard. Meskipun ia seorang penderita Short Term Memory Loss, ia tidak terpuruk pada kekurangannya itu. Justru sebaliknya, ia memanfaatkan barang-barang dan segala sesuatu yang ia miliki seperti menatto tubuhnya dengan segala fakta yang berhasil ia kumpulkan, lalu dengan memotret tiap peristiwa yang ia rasa penting untuk diabadikan dan ia catat kronologis peristiwa tersebut dalam bentuk catatan dalam rangka menyelesaikan tekadnya untuk mencari pelaku sebenarnya pelaku pembunuh isterinya.

Hal lain yang dapat saya pahami setelah menonton film ini adalah bahwa sebenarnya rasa cinta dan rasa merasa memiliki kita terhadap sesuatu atau seseorang dapat membuat kita untuk terus berjuang agar seuatu atau seseorang yang kita cintai tersebut tetap ada di sisi kita dan tidak merasa tersakiti atau merasa kurang suatu apapun.

Sisi lainnya dalah bahwa sebaiknya kita selalu bersikap waspada dan hati-hati kepada strangers yang tidak kenal dekat dengan kita. Karena bisa jadi, strangers itu berniat tidak baik kepada kita. Maka menerapkan sikap waspada merupakan hal  yang patut setiap individu miliki.

Dalam film ini juga saya belajar mengenai beberapa tipe manusia yang tentunya sangat berguna bagi saya sendiri sebagai mahasiswa psikologi. Film ini membuat saya belajar dan lebih mengerti sedikit lebih banyak dari sebelumnya mengenai informasi seorang penderita  Short Term Memory Loss dan beberapa konflik dan konsep psikologi yang ditunjukkan dan dihadirkan dalam film MEMENTO ini.

Setelah menonton film ini, saya dapat menyatakan bahwa sebenarnya film MEMENTO ini merupakan film yang nyata dan logis. Mengapa saya katakan nyata dan logis?

Karena kasus seperti yang ada dalam film ini, terdapat pula di dunia yang kita anggap nyata ini. Saya katakan logis karena ketika awal kita menonton film ini, kita tetap menonton film ini sampai akhir dan kita memahami bahwa film ini terasa logis untuk kita sehingga kita menikmati dan memikirkan setiap scene yang hadir dan setiap adegan yang ditampilkan.

Seperti yang saya katakan pada post sebelumnya, sebuah film memanglah imajinasi dan fantasi yang dihadirkan oleh sang pembuat film untuk merealisasikan dalam bentuk lain apa yang sutradara tersebut pikirkan.

Dan memang imajinasi dan fantasi inilah yang akan muncul sebagai suatu yang ada di dunia ini. Karena kasus seorang penderita Short Term Memory Loss  ini memang ada di dunia yang kita anggap nyata ini dengan segala kasus-kasus di sekitarnya.

Begitulah jawaban dan ulasan saya mengenai film MEMENTO ini. Film yang saya anggap rumit dan sedikit membingungkan namun memiliki berbagai sisi unik di dalamnya. Film yang tak hanya menampilkan sesuatu dari segi seninya, namun memberikan ilmu yang ada tersirat bagi saya mahasiswa psikologi khususnya. 

Film yang menggugah, memiliki banyak makna di balik setiap kerumitannya. Film yang pada akhirnya mampu menghadirkan sebuah imajinasi dan juga fantasi pada diri saya ketika menonton dan saat sudah menontonnya.

Di sisi lain, saya sampaikan terima kasih kepada dosen Sosiologi-Antropologi saya, Kang Zein karena telah memberikan saya tugas mengenai film ini. Karena akhirnya, saya mau menonton film dengan genre seperti ini. Karena saya bukanlah penyuka film, maka ketika saya tidak diberi tugas seperti ini, mungkin saja saya tidak akan pernah menonton film yang berbobot seperti ini. 

Terima kasih juga saya sampaikan karena sebelum mereview film MEMENTO ini dan saya tuangkan ke dalam tulisan, saya sempat mendapatkan materi mengenai menulis dan mengutip dengan baik di dunia perkuliahan, sehingga kali ini saya berusaha mengerjakan tugas yang kesekian ini lebih baik lagi dan lebih sungguh-sungguh.

Semoga setelah membaca sampai sejauh ini, pembaca tidak merasa kecewa. Semoga apa yang saya tulis dan apa yang coba saya sampaikan dalam tulisan ini dapat berguna dan dapat diambil esensinya.

Terakhir, ada kalimat yang diucapkan Leonard yang cukup menarik perhatian saya. Kalimat itu ialah,
"We all need mirror to remind ourselves who we are. And I'm no different."

Yap, kita selalu butuh refleksi dari segala sesuatu yang kita tampilkan. Semoga bermanfaat!

Selasa, 13 Oktober 2015

On a scale of 1 to 10, How would you rate your pain?

Saya yakin untuk sebagian besar kalangan, kalimat di atas terasa tidak asing untuk dibaca. Yap, Siapa yang tidak kenal dengan tokoh di bawah ini?


Booming setelah dirilis pada 7 November 2014, Film “Big Hero 6” adalah film 3D superhero animasi komputer yang diproduksi oleh Walt Disney Animation Studios, berdasarkan dari tim superhero Marvel Comics dengan nama yang sama. Film yang disutradarai oleh Don Hall dan Chris Williams ini menjadi film animasi yang ke-54 di Walt Disney Animated Classics Series.

Meski didasarkan pada komik Marvel yang berjudul sama, namun banyak perubahan seperti nama, latar lokasi, asal etnis karakternya, latar belakang cerita, dan sedikit alur ceritanya. Dua karakter penting dari komik Big Hero 6, Silver Samurai dan Sunfire tidak masuk ke dalam film Big Hero 6 ini. Sebab, 20th Century Fox telah mengambil mereka untuk afiliasi dalam X-Men.

Penjelasan di atas mencoba menjawab sebagian dari pertanyaan nomor 1 dalam tugas sosiologi antropologi saya. Karena tuturan di atas merupakan profil singkat mengenai salah satu film yang saya sukai.

Mengambil tempat yang merupakan kombinasi antara San Fransisco dan Tokyo lalu dinamakan San Fransokyo, “Big Hero 6” bercerita mengenai kisah tokoh utama bernama Hiro Hamada dan robot penyembuh bernama Baymax.



Big Hero 6 bercerita tentang seorang anak bernama Hiro Hamada yang sangat terobsesi dengan dunia robot. Hiro adalah anak cerdas yang mampu menyelesaikan sekolahnya lebih cepat dari usia yang seharusnya. Ia merupakan bocah jenius yang lulus SMA pada usia 14 tahun. Dia menyalurkan keahlian robotiknya di arena adu robot yang illegal dan awalnya melecehkan dunia perkuliahan yang dijalani kakaknya (Tadashi).

Tapi pandangan Hiro berubah setelah Tadashi membawanya ke lab kampus dan berkenalan dengan teman-teman kakaknya yang sedang melakukan aneka percobaan menakjubkan tentang pemanfaan sains dan teknologi.

Tadashi memperkenalkan Baymax, inflatable robot karyanya, yang berfungsi seperti suster cerdas yang melayani kesehatan pasiennya. Apalagi di lab itu Hiro bertemu dengan Prof Callaghan, kepala lab yang sangat dihormati di dunia robotik karena karya-karyanya.

Agar bisa diterima menjadi mahasiswa, Hiro mengikuti turnamen karya dengan menciptakan mikrobot yang dikontrol secara mental, yang dapat menyatu menjadi bentuk-bentuk seperti yang dibayangkan pikiran. Penemuan ini memungkinkan pengguna untuk mengontrol robot melalui pikiran dan imajinasi yang ada dalam diri mereka.

Ironisnya, setelah Hiro berhasil menemukan teknologi terobosan baru dan mempresentasikannya, gedung tempat pameran berlangsung mengalami kebakaran. Tadashi yang mencoba menyelamatkan Profesor Callaghan yang masih berada di dalam, tewas seketika. Tragedi kematian kakaknya membuat Hiro patah semangat.

Kesedihan mendalam dialami oleh Hiro. hingga kemudian ia menenmukan robot sang kakak, Baymax dan berujung pada petualangan mengejar penjahat misterius. Baymax merupakan robot menggemaskan bertubuh tambun.

Baymax memiliki kemampuan untuk merawat orang sakit dengan teknologi canggih. Tiap kali mendengar orang berteriak 'Aw', Baymax dengan otomatis akan memeriksa orang tersebut. Robot ini telah diprogram dengan karakter yang santun.

Suatu hari, Hiro tidak sengaja mengaktifkan Baymax, secara bersamaan dia menemukan 1 microbot di saku jaketnya, microbot itu membawa mereka berdua ke satu rumah gudang yang sudah ditinggalkan.

Di tempat tersebut, Hiro menemukan bahwa seseorang telah menggandakan microbots ciptaannya dalam jumlah yang sangat banyak. Kemudian, dia diserang oleh orang bertopeng yang mengendalikan microbots ciptaannya. Hiro dan Baymax mampu meloloskan diri, dan pergi ke kantor polisi.

Ia mencoba melapor, namun  ia tidak dapat meyakinkan polisi tentang dirinya yang diserang oleh orang bertopeng, lalu akhirnya ia memutuskan untuk menangkap orang bertopeng itu sendiri. Dan ternyata, Baymax memiliki potensi lebih dari yang diperkirakan. Mulai saat itu pulalah Hiro bereksperimen dengan Baymax.

Dia memperbaharui Baymax dengan armor ciptaannya, dan memasangkan Baymax chip petarung. Dari sinilah petualangan Hiro dan Baymax dimulai untuk menemukan pria yang memakai topeng kabuki yang ia curigai dalang di balik terbunuhnya Tadashi sang kakak.

Hiro akhirnya membentuk tim yang bernama Big Hero 6 yang terdiri dari Wasabi, Honey Lemon, GoGo Tomago, Fred, Baymax dan dirinya sendiri. Setelah itu, petualangan pun dimulai.


Dibalik cerita mengharukan ini, terdapat fakta menarik mengenai tokoh Baymax yang sangat fenomenal dalam fim ini. Dan salah satu fakta ini membuat saya lebih tertarik dengan film ini. Yaitu bahwa  Baymax si robot tiup yang dibuat dari vinyl dan dirancang untuk nyaman dipeluk itu terinspirasi dari soft robotics yang diteliti di Universitas Carnegie Mellon. Dan rancangan wajah Baymax sendiri terinspirasi berdasarkan lonceng Jepang bernama Suzu.

Walaupun termasuk film anak-anak, Big Hero 6 ini tetap menarik untuk ditonton orang dewasa. Saya sangat menikmati menonton aksi Hiro, Baymax dan teman-temannya sejak awal hingga akhir. Unsur hiburannya kuat. Alur cerita film-nya cukup kompleks dan menggugah emosi, menceritakan tentang kehidupan dunia remaja dengan tantangan-tantangan eksistensialnya. Juga mengenai berbagai dilema moral yang dikemas secara indah.

Hal pertama yang membuat saya menyukai Big Hero 6 sejak menit pertama adalah kualitas animasinya. Detail eksekusi yang menurut saya sangat keren, tokoh-tokohnya terlihat sangat realistis dalam gerakannya, setting tempat dan pencahayaannya terlihat dikerjakan dengan sangat serius.

Hal kedua yang menarik adalah mengenai Alur ceritanya. Sejak awal ditampilkan dengan alur cerita maju mundur,  di dalam cerita ini juga penuh dengan kejutan namun tetap dengan nuansa humor yang sangat kental. Gaya bercerita ini terus berjalan sepanjang film dan membuatnya bisa dinikmati oleh penonton dengan rentang usia yang sangat lebar, mulai anak-anak hingga orang dewasa.

Hal ketiga yang menarik untuk saya mengenai pesan moral cerita yang dibawakan dengan cara indah dan tersirat, tidak dibangun melalui percakapan tetapi melalui setting cerita. Ada beberapa dilema moral yang sebenarnya berat tapi menurut saya tetap dibawakan dengan cara ringan tanpa kehilangan esensinya. Pesan moral dalam film ini relevan dalam dunia nyata, untuk anak-anak, remaja bahkan dewasa.

Film ini menceritakan bagaimana kehidupan remaja yang membutuhkan tantangan yang sehat dan bagaimana Tadashi “mengajari” adiknya secara baik dengan metode yang berbeda. Juga bagaimana Hiro menghadapi kesedihan saat kehilangan orang yang ia cintai. Dalam film ini juga dikisahkan bagaimana kejahatan bisa berasal dari kesedihan, sakit hati, dan dendam.

Film ini menyampaikan mengenai pentingnya pendidikan. Dapat kita lihat ketika Hiro mengalami masalah dan dibantu oleh kakaknya, Tadashi. Sang kakak kuliah di sebuah universitas yang terkenal. Hiro sering meremehkan kakaknya karena merasa kakaknya hanya membuang-buang waktu dengan kuliah.

Hiro memahami hal bahwa kakaknya tidak mampu menghasilkan uang dan yang ia pahami sebelumnya adalah bahwa kemampuan robotik kakaknya jauh di bawah Hiro. Ternyata setelah Hiro diajak mengunjungi bengkel robotik Tadashi dan bertemu dengan teman-temannya maka muncul lah kekaguman Hiro. Dan apa yang dari dahulu ia pahami dan percayai merupakan hal yang salah. 

Akhirnya Hiro terinspirasi untuk ikut kuliah di tempat Tadashi. Dalam adegan ini juga sutradara mencoba menyampaikan bahwa apa yang kita lihat dari luar tidaklah selalu benar dan sesuai dengan kenyataan. Itulah penitngnya mengenal dan memahami sesuatu hal sebelum kita menjudgenya.

Film ini juga mencoba menyampaikan esensi bahwa ketika kita kehilangan inspirasi: Lihatlah sesuatu dari sudut pandang berbeda. “Jika kamu tidak mendapatkan sesuatu coba lihat dari sudut pandang yang berbeda”. Itulah kata-kata yang sudah di translate dalam bahasa Indonesia dan merupakan kata-kata yang diucapkan Tadashi ketika Hiro kehilangan ispirasi untuk menciptakan sesuatu.

Memang salah satu syarat untuk bisa diterima kuliah di tempat Tadashi adalah melalui penawaran saat pameran robotik. Pada saat pameran, hanya karya/temuan yang luar biasa aja yang akan diberikan tiket kulaih langsung. Akhirnya setelah Hiro pindah tempat kerja yang sebelumnya di kamar kemudian pindah ke garasi rumah, setelah itu baru lah Hiro menemukan ide dan menciptakan sesuatu yang hebat yaitu Microbot.

Hal lain yang membuat saya menyukai film ini adalah mengenai esesnsi lain yang coba disampaikan sutradara dalam hal pentingnya pertemanan dan kerjasama tim

Hal ini terefleksi dalam sebuah adegan ketika kecelakaan saat pameran robotik Tadashi meninggal. Hiro merasa sangat bersalah atas kejadian tersebut. Teman-teman Tadashi yaitu GoGo, Fred, Wasabi, Honey di bengkel robotik universitas selalu ada disekitar Hiro untuk membantunya.

Bekerja sama dengan baik, mereka mengembangkan temuan masing-masing untuk melawan penjahat yang terlibat atas kematian Tadashi. Hal menarik yang dapat kita lihat mengenai bagaimana satu sama lain memberikan masukan-masukan untuk pengembangan teknologi robotik yang mereka temukan. Tentu saja otak dari semua pengembangan adalah Hiro.

Hanya dengan kerjasama tim maka Hiro bisa menangkap penjahat yang terlibat dalam kematian Tadashi karena Hiro tidak akan mampu melakukan hal itu sendiri tanpa bantuan dari yang lain.

Pesan lain yang dapat kita lihat mengenai balas dendam yang sebenarnya tidak ada gunanya. Hal ini terefleksi dalam adegan kematian Tadashi yang benar-benar membuat Hiro sedih. Hiro bertekad balas dendam. Dia mengembangkan robot Baymax menjadi robot tempur. Di suatu kesempatan saat penjahat terpojok, teman-teman Tadashi mencegah Hiro membunuh penjahat.

Akhirnya Hiro sadar jika membalas dendam bukan hal yang baik dan hal yang tidak diharapkan Tadashi saat mengembangkan Baymax. Tadashi mengembangkan Baymax semata-mata untuk membantu masyarakat untuk sehat secara social, fisik dan mental dan bukan untuk kejahatan.

Dalam film ini dapat kita ambil hikmah bahwa kasih sayang memang di atas segala-galanya. Robot Baymax yang diciptakan Tadashi ternyata memang di desain untuk melindungi penggunanya. Program yang dibuat Tadashi untuk Baymax bukan saja membantu pemiliknya tentang masalah kesehatan tapi juga memberikan dukungan psikologis.

Membantu memberikan kasih sayang seperti halnya seorang ayah kepada anaknya atau seperti seorang dokter kepada pasiennya. Dengan pikiran tersebut, akhinya Hiro pun mengembangkan Baymax menjadi lebih baik untuk bisa melayani masyarakat.

Selain itu ada hal yang menarik dalam film ini, bahwa bagaimana pengalaman 2 tokoh yang mengalami kehilangan yang sama, namun cara merespon berbeda membuat mereka berada pada dua sisi berseberangan: kebaikan dan kejahatan seperti yang dilakukan Professor dan Hiro sendiri.

Film ini juga mencoba menyampaikan bahwa penyelesaian kejahatan bukan dengan kemarahan dan balas-dendam. Dapat kita pahami bahwa seorang pahlawan yang baik sebenarnya tidak memperturutkan kemarahan dan dendamnya, seperti yang dilakukan Hiro dengan bersikap welas-asih walaupun tetap tegas dalam menyelesaikan masalah dan menangkap penjahatnya.

Di sini kita dapat belajar banyak tentang dilema moral & pergulatan emosi yang sebenarnya cukup rumit. Penjahat bukan seseorang yang memang terlahir jahat, namun bisa jadi karena memperturutkan dendam dan amarahnya. Pahlawan juga bukan karena terlahir sebagai pahlawan, tapi orang yang merespon masalah dengan benar sepanjang perjalanan hidupnya.

Pesan lain yang saya rasakan kuat dalam film ini adalah mengenai kerennya dunia sains dan robotika. menjadi geek bukan berarti hanya berteman dengan buku dan tak dapat melakukan apa-apa, namun merupakan hal yang sebenarnya keren karena para geek dapat membuat dan menginovasi benda-benda baru yang keren.

Pahlawan ditampilkan bukan hanya orang yang kuat atau memang karena ia mempunyai kemampuan supernatural, namun  bisa juga dengan cara menjadi seorang geek yang jago mencipta dan menginovasi benda-benda keren dengan kreativitas dan kecerdasannya itu sendiri.

Dan seperti perjalanan Tadashi yang menciptakan robot tambu yang super menggemaskan bernama Baymax, bahwa keberhasilan itu tak datang secara mudah dan begitu saja. Karena saat menciptakan robot Baymax, dia mengalami berulangkali kegagalan berkali-kali dan baru berhasil di usahanya yang ke 84.

Hal lain mengenai film ini adalah mengenai adegan action di film ini yang asik dan menegangkan. Meski berbentuk animasi, namun film ini mampu menghasilkan kualitas adegan dan suasana action  layaknya menonton film superhero Marvel yang telah ada sebelumnya.

Menurut saya Disney mampu menyelipkan bahan-bahan lelucon dalam setiap film mereka, karena dalam film Big Hero 6 ini saya merasa terbawa suasana setiap melihat kemunculan Baymax. Disney mampu menghadirkan visualisasi tokoh yang eye-catching sekaligus menggemaskan.

Alasan lain mengapa saya menyukai film ini adalah karena film ini memiliki esensi yang dapat kita ambil secara menyeluruh sehingga baik untuk ditonton oleh semua kalangan karena dikemas secara menarik. Saya juga suka dengan bagaimana Disney menggabungkan ciri khas tertentu kota San Fransisko dan Tokyo.

Film ini mengajarkan saya mengenai beberapa nilai-nilai positif kepahlawanan. Penyajian tokoh Hiro dalam film ini juga menyadarkan saya untuk dapat berpindah dari situasi yang sulit dan memiliki kesabaran hati untuk dapat memafkan kesalahan orang lain.

Selain itu, film ini juga menyadarkan kita bahwa ketika orang tua begitu menyayangi anaknya, hal ini tidak menutup kemungkinan bahwa orang tua akan melakukan hal apapun untuk melindungi anaknya, walau terkadang cara orang tua tersebut salah dan merugikan orang lain.

Film ini menyajikan kita mengenai arti persahabatan dan bagaimana seorang sahabat yang baik akan menolong sahabatnya, dan sekaligus akan menjadi kontrol sang sahabat ketika ia mulai melenceng dan melakukan kesalahan.

Saya memahami bahwa untuk menjadi superhero, kita tidak butuh mutasi gen dalam darah. Untuk menolong seseorang, kita tidak perlu jubah sakti yang bisa terbang. Dan demi melindungi orang yang kita sayang, kita tidak harus punya kekuatan super. Karena seperti halnya Baymax, skill petarung dapat dilatih, kostum canggih dapat dibuat, dan senjata maut masih dapat dibentuk.

Yang kita perlu untuk menjadi superhero adalah keinginan kuat untuk membantu. Yang kita butuh, hanya hati yang baik.

Apa yang ada dalam film ini, walaupun dikemas dalam bentuk animasi, menurut saya merupakan suatu hal yang nyata dan logis. Menurut saya Big Hero 6 merupakan hasil imajinasi dan fantasi manusia masa kini mengenai mimpinya tentang gambaran dunia 10 sampai 20 tahun ke depan.

Karena mungkin saja nanti, tidak menutup kemungkinan bahwa kota-kota maju di dunia akan menyatukan diri agar menjadi kota yang mewah dan menjadi pusat teknologi. Sekarang saja kita sudah dapat melihat bagaimana robot sudah dibuat dan dikembangkan oleh manusia di muka bumi untuk mempermudah manusia dalam menyelesaikan tugasnya.

Ketika robot mulai banyak bermunculan di segala penjuru dunia, tidak akan menutup kemungkinan bahwa nantinya manusia justru akan lebih akrab dan bersahabat dengan robot yang ada di lingkungan sekitar mereka.

Saya mencoba mengupas hal menarik yang ada dalam film ini. Satu hal yang menjadi garis besar dalam film ini adalah mengenai sebuah hubungan. Hubungan tentang bagaimana persahabatan yang terbentuk walaupun kadang persahabatan itu tidak hanya manusia dengan manusia.

Dapat kita lihat bagaimana Disney membuat hubungan manusia dengan robot terasa begitu hangat dalam film ini. Berbicara hubungan juga akan berbicara kehilangan, dan upaya apa yang kadang dilakukan untuk memperbaiki hal-hal yang tidak dapat diperbaiki.

Semua film pasti memiliki sisi lemah. Dan menurut saya film ini pun tidak luput dari segi kekurangan. Seperti halnya mengenai plot yang mudah ditebak atau mengenai penjelasan tokoh yang kurang divisualisasikan secara sempurna.

Terlepas dari itu, yang dapat saya simpulkan adalah,

...

“Try looking at things from a different angle,”  said whenever Hiro is trying to find a solution for his problems.

...


Well, I do.


Terima kasih sudah membaca. Semoga bermanfaat.


Minggu, 11 Oktober 2015

Belajar, Mencari, Memahami

Tulisan ini dipublikasikan dalam rangka penyelesaian tugas mata kuliah sosiologi-antropologi.

...

Dan saat ini, setelah sekian ribu kilometer perjalanan ini, kesimpulan saya hanya satu. Segala sesuatu yang terjadi di dunia ini telah diatur. Kita, sebagai manusia berhak memilih. Kita, sebagai manusia berhak bermimpi. Tetapi takdir, selalu punya aturannya sendiri. Allah, punya cinta yang lebih besar dibanding rasa kecewa kita. Dan rencanaNya, pasti lebih baik dari apa yang selalu manusia impikan.


Ketika kamu meminta agar kesombongan dalam dirimu Tuhan ambil, maka Tuhan akan berkata tidak. Sebab kesombongan itu buka diambil, tetapi dirimu sendirilah yang harus menyerahkannya. Ketika kamu meminta agar diberi kesabaran, maka Tuhan akan berkata tidak. Karena kesabaran didapat dari ketabahan dalam menghadapi cobaan; dan hal itu tidak diberikan, kau harus meraihnya sendiri.


Ketika kamu meminta agar Tuhan menjauhkanmu dari kesusahan, maka Tuhan akan tetap berkata tidak. Karena penderitaan menjauhkanmu dari jerat duniawi dan mendekatkanmu pada Tuhanmu sendiri.


Hal ini terefleksi dengan cerita pengalaman saya masuk dan mengenyam pendidikan di salah satu perguruan tinggi negeri. 

Cerita berawal saat lulus dari jenjang SMA dengan nilai yang ‘hanya cukup memuaskan’, lalu saya menaruh peruntungan dalam undangan ke perguruan tinggi negeri yang lebih dikenal dengan istilah SNMPTN. Ego dan sifat angkuh manusia yang ada pada diri saya mengantarkan saya untuk hanya memilih 1 pilihan jurusan dengan PTN. Tanpa ada pilihan 2 maupun 3.

PTN yang saya pilih di luar regional saya, yang artinya, presentasi kemungkinan lulus dan diterima itu kecil sekali. Singkat cerita, nyatalah saya tidak diterima di salah satu PTN wilayah Jawa yang dari dulu memang saya idam-idamkan.

Saya belum putus asa. Dengan ego yang sama, saya memilih pilihan yang sama dalam mengikuti Ujian Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri yang lebih dikenal dengan istilah SBMPTN. Singkat cerita, PTN tersebut menolak saya lagi saat itu. Dan saya, belum putus asa. Hanya saja, kecewa luar biasa. Atau istilah yang biasa saya gunakan untuk mendeskripikan situasi ini adalah tiarap harap hampa asa .

Kesempatan saya untuk dapat mengenyam pendidikan di PTN tersebut tahun ini sudah hangus. Saya sudah berpikir untuk mencobanya lagi di tes tahun depan. Namun, orang tua saya khususnya ibu berpesan kepada saya, “Kecewa boleh. Tapi kecewalah sewajarnya. Lalu tetap bersyukur sebanyak-banyaknya.”

Salah satu teman seperjuangan saya pernah berkata, 

“Ketika kamu punya mimpi dan kamu merasa sudah berjuang sampai titik akhir kamu di sana dan berakhir dengan hasil yang tidak sesuai dengan apa yang kamu harapkan, mungkin yang salah bukan usahanya. Tetapi mungkin do’anya. Cara kamu meminta yang salah. Atau mungkin, karena keinginanmu tidak sama dengan keinginan Tuhanmu. Karena kita tidak pernah tahu, apa suatu hal yang kita inginkan itu selalu baik, atau bahkan akan mengantar kita ke arah yang lebih buruk?”

Saya menuruti salah satu saran yang diberikan orang-orang sekitar saya dengan mendaftar PTN melalui jalur tes mandiri yang diselenggarakan oleh Universitas Pendidikan Indonesia dengan jurusan yang memang saya impikan dari dulu, yaitu Psikologi. 

Saya berusaha mengerjakan soal-soal lebih banyak dari apa yang saya usahakan saat tes SBMPTN. Karena basis saya yang IPA, sebelum tes berlangsung saya berusaha memaksimalkan pengetahuan saya di bidang sosial. Rasa takut akan gagal untuk kesekian kalinya membuat saya berjuang dalam mengerjakan seleksi mandiri dengan harapan dapat lolos dan mendapatkan perguruan tinggi negeri tahun ini. 

Alhamdulillah, ternyata takdir Tuhan sejalan dengan keinginan terakhir saya saat itu. Hari itu, 8 Agustus 2015 saya dinyatakan lulus seleksi mandiri dan diterima di Universitas Pendidikan Indonesia.

Waktu itu saya sempat berpikir, apakah mungkin salah satu alasan mengapa saya dapat mengenyam pendidikan di UPI ini karena dalam riwayat keluarga saya, tak hanya ibu, om, tante atau anggota keluarga saya yang lain bahkan nenek saya juga mengenyam pendidikan di UPI? Jaman nenek dan ibu saya dahulu namanya bukanlah UPI, IKIP katanya.

Katanya juga, ketika kita masih bisa merasakan ada di lingkungan yang sama seperti pendahulu-pendahulu kita, artinya kita mampu bertahan. Mampu bertahan untuk ada di lingkungan yang sama dalam rangka mempertahankan budaya yang ada dari dulu kala di keluarga. Ketika saya mulai menjelajahi UPI, saya sadar akan sesuatu. Sekalipun banyak hal yang berubah, namun ada saja spot-spot yang tetap dipertahankan dan dilestarikan. Salah satunya, gedung isola.

Saya ingat bagaimana saat saya kecil nenek saya sering menceritakan mengenai kisah-kisah kehidupannya bersama teman-temannya dengan latar gedung isola. Dan kini, ketika saya beranjak dewasa, saya masih bisa melihat gambaran nyata dari apa yang dahulu sering saya imajinasikan.

Ketika saya mulai mengikuti kegiatan perkuliahan, saya mulai belajar bagaimana memahami berbagai perilaku yang dilakukan oleh tiap-tiap individu dengan menggunakan simbol-simbol yang mereka ciptakan sendiri. 

Dosen-dosen psikologi memang luar biasa kreatif. Saya kagum dengan berbagai cara dan metode yang beliau ciptakan agar mahasiswa baru mampu memahami apa yang beliau katakan dan utarakan.

Kemampuan simbolik yang ada pada mahasiswa khususnya dan manusia pada umumnya seharusnya mampu mengantarkan kita pada suatu inovasi. Inovasi untuk membayangkan yang tidak ada sehingga mencari cara-cara dan metode lalu mengusahakannya untuk ada. Dan hal inovasi ini merupakan tugas yang besar yang diberikan kepada kita sebagai generasi penerus bangsa, yang tidak lain tujuannya adalah untuk memajukan negara kita dan menyejahterakan rakyat Indonesia.

Saya mulai belajar mengenai berbagai tanda-tanda yang kaka tingkat berikan dalam rangka pengenalan lingkungan seputar dunia perkuliahan. Dalam prosesnya, di kelas maupun dalam kegiatan kaderisasi, saya akhirnya mulai mengerti betapa pentingnya perubahan. Saya mulai mengerti mengapa kita perlu untuk memiliki cita-cita dan membayangkan masa depan.

Kemampuan manusia untuk menahan ego memengaruhi sikap dan respon saya pada tiap-tiap pengalaman yang saya alami di dunia perkuliahan ini. Saya mulai berkembang dan belajar memahami bahwa semakin kita masuk ke dalam suatu lingkungan, semakin banyak pula kita menemukan berbagai tipe manusia yang terkadang tidak dapat kita pahami secara terperinci. 

Menjadi manusia yang utuh mengajarkan saya berpikir untuk menjadi bahagia. Bahwa sebenarnya, kebahagiaan itu bukan dicari. Kebahagiaan itu kita rasakan sendiri.

Happiness will forever be a mindset. Not a person, place, or thing.

Masuk dan berkecimpung di sini, di Departemen Psikologi Universitas Pendidikan Indonesia membuat saya paham bahwa kita perlu menjadi individu yang tidak pernah berhenti untuk belajar.

Belajar bahwa kita perlu bersyukur meski kurang.

Belajar ikhlas meski terasa berat.

Belajar taat meski kadang tak ingin.

Belajar memahami meski tak sehati.

Belajar bersabar meski terbebani.

Belajar menghargai walau tidak dihargai.

Belajar tulus meski tersakiti.

Belajar jujur meski tidak dipercaya.

Belajar mendengarkan meski terkadang tak didengar.

Belajar merawat meski sakit.

Belajar membahagiakan walau terkadang sedih.

Belajar tersenyum meski kadang tak sanggup.

Belajar memaafkan meski marah.

Karena dasarnya, belajar adalah suatu pilihan terbaik.

Belajar membuat kita menjadi selangkah lebih dekat dengan sesuatu yang sering kali kita cari: rasa damai. Belajar membuat kita paham betapa pentingnya sikap toleransi. Kita tau pasti, ketika kita ingin diperlakukan baik, maka perlakukanlah hal lain dengan lebih baik. Manusia perlu belajar, menurunkan ego, lalu berkembang agar dapat fit dalam dunianya.

Dunia perkuliahan membuka pikiran saya bahwa pada faktanya: berkumpul dengan orang lain dan berorganisasi bukanlah hal yang wajib, tapi merupakan sesuatu yang kita perlukan. Karena pada dasarnya, kita memang butuh. Kita selaku manusia, membutuhkan kemampuan itu. Kemampuan untuk berkumpul, berserikat, berinteraksi, lalu berorganisasi. Karena ketika kita tidak mempunyai kemampuan itu, kita akan kesulitan sendiri untuk berbudaya dan bertahan hidup.

Goenawan Mohamad pernah berkata dalam salah satu karyanya, “Definisi kesepian yang sebenarnya adalah hidup tanpa tanggung jawab sosial.” Dan saya sepaham dengan kalimat tersebut. Ketika kita menghindar dan sering kali menjauh dari mayarakat, otomatis kita akan merasa kesepian, sekaligus kesusahan.

Apa yang saya tulis, merupakan penjelasan singkat mengenai pengalaman saya masuk Psikologi UPI selama sekitar 2 bulan ini. Saya mencoba menguraikannya dalam empat sudut pandang sesuai dengan penjelasan yang dosen saya berikan. Semoga ketika membaca tulisan ini sampai akhir, pembaca tidak merasa kecewa.

Pesan saya, jangan hanya bisa bilang hidup itu pilihan, tetapi kau juga harus tahu apa pilihan hidupmu.

Terima kasih. Semoga bermanfaat.